Entri Populer

Laman

Senin, 10 Juli 2017

Case study

Contoh case study
MEMBUAT KALIMAT KESIMPULAN JUGA ADA DALAM MATEMATIKA

Oleh
Muh.Asdar

Hari ini,selasa 18 Juli 2010 Saya akan mengajarkan mata pelajaran matematika di kelas 5 SDN No.184 Baru Kecamatan Sinjai barat Kabupaten Sinjai.Apa yang akan saya ajarkan hari ini tentunya sesuai dengan silabus dan Kurikulum Tingkat satuan Pendidikan Sekolah Dasar (KTSP) dengan Standar kompetensi : Menggunakan pengukuran waktu, sudut, jarak dan kecepatan.Kompetensi Dasar : Menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan waktu, jarak, dan kecepatan.Untuk Alokasi waktu (2x35 menit). Saya berpikir Proses Belajar Mengajar (PBM) hari ini tidak terlau sulit bagiku, karena ini adalah pertemuan ke-2 untuk Kompetensi Dasar yang akan saya ajarkan hari ini. Apalagi anak-anak sudah cukup memahami tentang materi ini dari pertemuan sebelumnya. pukul 07.25 WIT.Seperti biasanya,sehabis mengisi daftar hadir guru dikantor kuraih beberapa lembaran-lembaran penting perangkat pembelajaran yang telah kupersiakan sebelumnya, bersama itu kulangkahkan kakiku menuju ruang yang setiap hari kumasuki secara rutin. Melihatku menuju ruang kelas murid-murid bergegas berbaris di depan kelas seperti biasanya,Setelah berbaris dengan rapi,saya pun melaksanakan tugasku untuk memeriksa kebersihan mereka mulai dari pakaian hingga kuku dan rambut mereka setelah sebelumnya ku lontarkan beberapa pertanyaan seputar perkalian sampai 10.
Setelah semuanya selesai,mereka pun mempersiapkan diri untuk belajar,baca do’a dan menyanyikan sebuah lagu wajib. Ku-cek kebersihan kelas dan tak lupa pula ku-cek kehadiran mereka satu persatu kemudian kututup daftar absensi dan kumulai berdiri di depan mereka dengan rileks.
“Anak-anakku sekalian,Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh”(kataku membuka pertemuan). Serempak mereka menjawab,“Waalaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh”.
Mereka menatapku dengan tatapan nanar menengadahkan muka seperti seekor anak burung yang sedang meenanti suapan makanan dari induknya, entah apa yang ada di dalam benak mereka saat itu, kosongkah? Atau mungkin sepotong roti sisa sarapan pagi mereka? “Pikirku disela-sela penjelasanku tentang materi Dan rumus-rumus dalam mencari jarak, waktu, dan kecepatan.
Nah Aldi, tersebut nama seorang anak yang duduk di kursi pojok paling belakang yang sedari tadi kurang memperhatikan ulasanku. Ia kemudian tersentak kaget dan seketika itu juga menghentikan kegiatannya.
“ 1Km berapa meter Aldi?”. Tanyaku sambil berjalan menghampirinya.
Aldi hanya bisa membungkam sambil tertunduk.aku tahu Ia tidak mampu menjawab pertanyaan itu tapi aku tetap ngotot bertanya kepadanya.
“Aldi..! 1 Km berapa meter?. Tanyaku kembali dengan nada yang lebih lembut sembari menepuk pundak dan mengusap-usap kepalanya.
“ 10 Pak..!”. katanya yang sambil melirikku sejenak.
Nyaris bersamaan dengan gelagak tawa teman-temannya seraya menoleh kearah kami, Namun Aldi Hanya bisa tersenyum dengan wajah yang masih tertunduk menutupi rasa malunya. Jawaban Aldi yang seadanya itu rupanya juga menggelitik Emosional Question (EQ)-ku, ditambah lagi raut wajah lugunya yang penuh keyakinan akan kebenaran jawabannya. Inginku tertawa lebar rasanya,tapi tentu saja itu tidak kulakukan dihadapan anak-anak hingga hal yang menggelikan itu kusapu dengan se-simpul senyum.
“Nah…Anak-anak.Ini adalah salah satu contoh anak yang kurang perhatian dalam belajar, tentunya Ia tidak mampu menjawab pertanyaan yang sederhana sekalipun”. Lanjutku kepada mereka sekaligus mengalihkan perhatian mereka dari Aldi.
“1 Km berapa meter….???”. Kulemparkan kembali pertanyaan serupa secara klasikal agar perhatian mereka kembali ke pelajaran.
“Seribuuuuu….!!!!”.Jawab mereka hampir bersamaan.
“Bagus”.kataku.
“Aldi, dengar tidak jawaban temannya?”.Tanyaku kembali kepada Aldi.
“Dengar pak!”.jawab Aldi dengan suara sedikit sumbang..
“Kalau begitu, 1Km berapa meter?”.
“Seribu Pak!”.
“Seribu apa?”.
“Seribu meter Pak!!!”.
“Bagus!!!”. Kataku sembari melayangkan acungan jempol ke-arah aldi untuk mengembalikan kepercayaan dirinya, sekaligus sebagai motivasi agar Ia lebih bersemangat dan bergairah kembali dalam mengikuti pelajaran.
Angin gunung di samping gedung berhembus sepoi-sepoi dari pucuk-pucuk pinus.Mengalir melalui celah-celah jendela dan Ventilasi udara ruang kelas 5, menembus pori-pori kulitku. Dingin……namun tak jua mampu membekukan Semangatku beserta gairah anak-anak dalam menimba ilmu saat itu.
Kutatap mereka satu persatu, ada rasa bangga menggelantung dilubuk jiwaku sebagai jeda dari Tanya jawab yang telah saya lakukan dengan mereka.Sejurus kemudian kuraih sepotong kapur tulis dan kutuliskan contoh soal di papan tulis.
“Coba semua perhatiannya kemari”.kataku bersamaan dengan ketukan-ketukan kecil ke papan tulis berharap perhatian mereka benar-benar tertuju kearah dimana saya menulis.
“Sebuah pesawat terbang menempuh perjalanan Jakarta –Manila sejauh 2.780 Km selama 4 jam. Berapa kecepatan pesawat terbang itu?”.
“Nah berikut ini adalah salah satu contoh Soal cerita yang berkaitan dengan pengukuran jarak, waktu, dan kecepatan”.Ungkapku setelah menulis dan membacakan soal tersebut.
“Sebelum saya menjelaskan lebih jauh, apakah ada diantara kalian yang mampu menyelesaikan soal di depan?”.Tanyaku kemudian.
“Coba siapa yang bisa, acungkan tangan!!”.Lanjutku
Mereka terdiam,hampir semua siswa dibarisan depan menoleh kebelakang.Sementara beberapa diantara mereka hanya bisa tertunduk dengan gaya khas anak-anak. Inilah ekspresi mereka ketika tidak mampu menjawab pertanyaan. Aku terdiam sejenak dan kembali kupandangi mereka satu persatu,sekaligus memberikan mereka kesempatan untuk berfikir dan menganalisa soal itu. Mereka tampak mulai menghitung-hitung.
“Saya pak..!!!” Jawab Ayu salah seorang siswa yang paling menonjol di kelas itu dengan suara terbat-bata.
“Masih ada yang lain?”. Tidak ada yang bersuara.
“Baiklah,kalau begitu silahkan Ayu kedepan”. Kataku sambil menjulurkan sebatang kapur tulis kepadanya.
Setelah menghitung-hitung Ayu kemudian menuliskan angka 2780/4 = 695 di bawah soal yang kutuliskan tadi, bahkan tanpa satuan.
“Sudah pak”.Katanya diiringi senyum lebar dengan gaya khas kanak-kanak.
“Bagus..!!! tepuk tangan untuk Ayu purnamasari”. Ucapku dibarengi rentetan tepuk tangan anak-anak yang lain sehingga kelas menjadi gaduh sejenak.
“Baiklah anak-anak sekalian perhatikan kembali kemari. Jawaban ayu sebenarnya sudah betul hanya saja,menjawab soal cerita, semestinya kalian harus memahami apa yang diketahui dan apa yang di tanyakan soal tersebut”. Paparku sambil menuliskan langkah-langkah penyelesaiannya sampai pada hasil akhir. Dan tak lupa pula menuliskan rumus-rumusnya”.menjawab soal cerita umumnya di akhiri dengan sebuah kalimat kesimpulan Seperti ini ‘Jadi kecepatan pesawat terbang tersebut adalah 695 Km/jam.Dan ingat, jangan lupa membubuhi satuan dalam setiap hasil yang kalian dapat seperti yang dilakukan Ayu tadi yaaaa…!!!”.Ulasku sambil menggaris bawahi kalimat ini.
Setelah kupaparkan penjelasan demikian,kubahas kembali secara runtut agar mereka lebih memahami setiap butir-butir penjelasan itu. Setelah itu saya memberikan mereka kesempatan untuk menyanyakan hal-hal yang belum atau kuarang mereka pahami.
Lama mereka melototi papan tulis dengan semua coretan putih pada papan hitam itu.Entah apa yanga ada di dalam benak mereka, mereka sudah mengerti atau mungkin semakin bingung sampai apa yang mereka ingin ditanyakan pun mereka tidak tahu.Namun pikiran itu sedikit lebih ringan ketika mereka mengatakan telah mengerti,meskipun sebelumnya salah seorang bertanya “Bagaimana caranya membuat kalimat kesimpulannya pak?” sehingga membuatku kembali menjelaskan secara rinci langkah demi langkah dan kutekankan pada hubungan pertanyaan soal dengan kalimat kesimpulan pada akhir penyelesaian soal.
“Sekarang,naikkan buku catatan dan catat contoh soal di depan”.Pintaku
Tak lama berselang merekapun saya tugasi untuk mengerjakan soal latihan pada buku paket yang sebelumnya telah kubagikan.
Kutarik nafas dalam-dalam, kutelan air liurku yang mulai bergetah akibat pergantian udara dalam mulutku ketika menjelaskan. Meski kerongkongan dalam kemarau, saya tidak mengeluh, apalagi melihat semangat dan gairah mereka dalam belajar dan mengerjakan soal-soal yang saya berikan. Mereka tetap bersemangat meskipun mereka masih duduk selama itu. Ketekunan dan rasa ingin tahu yang tinggi itulah yang membuatku salut kepada anak-anak yang tergolong berada di pedalaman itu.
Alhasil setelah saya periksa hasil pekerjaan mereka,saya sudah bisa memberikan nilai baik secara keseluruhan.Mereka rata-rata mampu menjawab dengan benar.meski demikian ada hal yang membuatku kurang puas dengan jawaban mereka,yaitu mereka masih kurang mampu menuliskan kalimat kesimpulan dengan benar, yang sesuai dengan pertanyaan soal cerita itu.Mereka tetap menjawab dengan kalimat matematika yaitu dengan bilangan dan angka sebagai hasil akhir dari setiap butir soal yang saya berikan. Kejanggalan itu akhirnya menjadi menjadi pertanda kekurangan saya sebagai seorang guru dalam menanamkan pemahaman kepada anak-anak,sekaligus membuat saya harus bekerja lebih keras lagi pada pertemuan berikutnya.

Refleksi
(Penulis case study: Muh.Asdar)
“Lega”….Yahhh…itulah sebuah kata yang tentunya mewakili perasaan saya sesaat setelah Proses Belajar Mengajar (PBM) berlangsung. Gairah, semangat, keaktifan mereka mengikuti mata pelajaran yang saya bawakan hari itu cukup mengurangi beban hati dan pikiran saya sehingga mampu memberi rasa “puas” yang lumayan dalam.Namun rasa yang demikian indah itu justru dibubuhi dengan sedikit kejanggalan setelah saya memeriksa hasil pekerjaan mereka.Meskipun mereka mampu memberi jawaban secara matematis dari tugas yang saya berikan, tapi mereka tetap belum mampu menjawab secara lengkap dengan kalimat yang benar, yaitu dengan kalimat kesimpulan yang sesuai dengan pertanyaan pada soal cerita itu.
“Tidak tahu-ka menyusun kalimat kesimpulanya Pak..!”. Ungkapan salah seorang siswa kepada saya dengan bahasa daerah yang masih kental Versi kanak-kanak. Pertanyaan ini semakin membebani benak saya, bagaimana lagi cara saya menjelaskan kepada mereka?, padahal telah kupaparkan kepada mereka bagaiman langkah-langkah dan bagaimana menarik sebuah kalimat kesimpulan yang sesuai dengan pertanyaan pada setiap soal cerita. Sayang sekali waktu kami untuk mata pelajaran matematika saat itu sangat terbatas sehingga saya tidak sempat membuat mereka lebih mampu memahami cara menjawab soal cerita dengan benar.
Secara umum mereka cukup senang dengan cara saya memaparkan materi. Itu terlihat dari ekspresi mereka saat PBM berlangsung, partisipasi, keaktifan dan rasa penasaran mereka yang sarat akan keingintahuan tentang soal cerita yang saya berikan. Akhirnya saya menyadari betapa seorang guru bukanlah pekerjaan yang enteng, yang dapat dipangku oleh orang-orang yang merasa mampu menjadi guru. Akan tetapi memahami perkembangan karakter anak bukanlah sesuatu yang hanya bisa dipahami secara teoritis, namun lebih dari itu, seorang guru harus mengaplikasikan dengan kolaborasi Ilmu, Pengalamanan, dan perasaan sehingga guru tersebut setidaknya mampu mendekati ungkapan “ Guru Profesional”.

Identifikasi Masalah
Proses Belajar Mengajar (PBM) telah berlangsung.Secara garis besar, masalah yang dihadapi baik oleh guru dan siswa dalam pembelajaran tersebut dapat digambarkan secara umum sebagai berikut:
Siswa kurang mampu menganalisa soal cerita dengan baik.
Siswa kurang memahami tahapan-tahapan dalam penyelesaian soal cerita.
Siswa kurang mencermati satuan-satuan yang diketahui dan yang ditanyakan pada soal cerita yang berkaitan dengan satuan pengukuran waktu, jarak, dan kecepatan.
Siswa sulit menarik kesimpulan akhir dalam menjawab setiap butir soal cerita yang di berikan oleh guru.
Guru merasa sulit menemukan sebuah media pembelajaran yang tepat untuk memberi pemahaman secara konseptual kepada siswa dalam menyesaikan soal cerita.